Sabtu, 29 Desember 2012

Berceritalah seperti Alam ini


Kemari, dan mendekat padaku. Duduk dan ceritalah dengan tenang. Aku hanya ingin kau bercerita tanpa beban, tanpa takut apapun. Baiklah, jika kau masih diam, maukah kau aku tunjukan sesuatu? Aku harap, kau menyukai apa yang aku tunjukan.

Lihatlah di sana, matahari itu…. Ia begitu jujur. Dengan sinarnya, ia menerangi belahan bumi manapun. Ia tembus celah. Ia sinari dengan kedisiplian, kebenaran, bukan dengan sinar kamuflase. Aku tersenyum, senjenak mataku melintasi wajahnya.

Bagaimana menurutmu dengan bulan? Yach… bulan? Tahu kan?

Perhatikan jika bulan telah bersinar, ia pun menampakan kejujurannya, saat sabit, ia pun sabit, saat purnama, ia pun menjadi purnama. Bulan itu jujur, ia datang dan pergi, sesuai tanggalnya. Ia juga tidak pernah merekayasa sinarnya yang indah. Ia pun mengakui, jika sinarnya, ia dapat dari sinar matahari yang membias kepadanya.

Lihat itu, aku menunjuk air yang mengalir di sungai. Ia pun jujur, mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Ia merembas ke celah-celah yang ia bisa jangkau. Ia tidak pernah memaksakan dirinya untuk mengalir ke tempat tinggi. Ia tahu, dan memperlihatkan kejujuran pada kita, bahwa air hanya bisa mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.

Kembali mataku menyapu seluruh wajahnya yang tertunduk. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Kau bisa merasakan angin? Kembali kita harus belajar tentang kejujuran. Ia mengisi bumi manapun. Ia menjadi molekul paling vital bagi makhluk. Ia jujur, dengan belaian lembutnya. Membelai semua mahluk, tanpa terkecuali. Kita perlu belajar darinya. Mengatakan apa yang memang pantas untuk dikatakan, sepeti belaian angin yang tak pandang bulu.

Kau tahu, alam ini adalah kitab yang sangat luas terbentang. Banyak pelajaran yang bisa diambil, hanya saja, tergantung bagaimana kita membaca kita yang tak berkata ini.
Kau tahu, kenapa kau aku panggil dan menemaniku duduk? Aku hanya ingin kau berkata jujur, apapun itu. Meski pahit, akan aku dengar. Jangan. Jangan kau berpikiran aku akan meninggalkanmu. Karena aku hanya tidak ingin, benalu itu sampai mengakar dalam hatimu. Aku hanya ingin kau terlepas dari benalu itu. Hanya itu.

Ingat, tentang kekuatan sebuah pikiran? Yach, apakah kau tahu, jika pikiran itu bisa disatukan meski jaraknya jauh. Ia bisa menembus apa yang tidak bisa ditembus oleh raga. Ia bisa menyentuh apa yang tidak bisa disentuh oleh tangan. Apa yang ada dalam pikiranmu, aku bisa merasakannya. Itulah, kenapa orang dulu, lebih suka menggunakan alat komunikasi gaib, yang disebut telepati. Jika dilihat dari perkembangan zaman, telepati hampir sama kerjanya dengan handphone atau alat telekomunikasi buatan manusia. Tapi, kerja pikiran, yang termodif dalam media telepati, sungguh sangat luar biasa.

Apa kau percaya, bahwa pikiran, bisa menembus satu sama lain?
Rebahkan kepalamu, jika apa yang aku katakan terlalu berat bagimu. Rebahkanlah, carilah sandaran. Menangislah jika ingin menangis, keluarkan semua air matamu. Air mata tercipta bukan untuk disimpan, melainkan untuk dikeluarkan agar beban yang kita pikul terasa ringan. Aku akan menunggumu berhenti menangis. Dan, alangkah bahagianya, jika aku bisa mendengar apa yang mengganjal dalam pikiranmu. ^^Hy

0 komentar:

Posting Komentar