Ibnu Sina |
Riwayat hidup Ibnu Sina
Nama lengkap
ibnu sina adalah abu ‘ali al-husain ibnu ‘abdallah ibn hasan ibnu ‘ali ibn
sina. Di barat populer dengan sebutan avicenna akibat terjadinya metamorfose
yahudi-spanyol-latin. Dengan lidah spanyol kata ibnu diucapkan aben atau even.
Terjadinya perubahan ini berawal dari usaha penerjemah naskah-naskah arab ke
dalam bahasa latin pada pertengahan abad ke-12 di spanyol. Ibnu sina dilahirkan
di afsyana dekat bukhara pada tahun 980 M dan meninggal dunia pada tahun 1037 M
dalam usia 58 tahun. Jasadnya dikebumikan di hamadzan.
Ibnu sina sejak
usia muda telah menguasai beberapadisiplin ilmu, seperti matematika, logika,
fisika, kedokteran, astronomi, hukum, dan lain-lain. Keberhasilan ibnu sina
didukung oleh minat belajarnya yang luar biasa dan kegeniusan otaknya. Menurut
Nurcholish Majid, disinilah letak keberuntungan dunia islam. Dari segi politik
dunia islam boleh dikatakan porak poranda, akibat para penguasa saling bersaing
dan saling mengungguli, namun mereka tetap mendorong, melindungi kegiatan
intelektual dan ilmiah.
Ibnu sina
secara tidak langsung berguru kepada al-farabi, bahkan dalam otobigrafinya
disebutkan tentang utang budinya kepada guru kedua ini. Hal ini terjadi ketika
ia kesulitan untuk memahami metafisika aristoteles. Ibnu sina adalah pelanjut
dan pengembang filsafat yunani yang sebelumnya telah dirintis al-farabi dn
al-kindi.
Karya tulis
ibnu sina
Ibnu sina
walaupun sibuk bekerja dalam pemerintahan, namun ia adalah seorang penulis yang
luar biasa produktif. Sehingga tidak sedikit meninggalkan karya tulis yang
sangat besar pengaruhnya kepada generasi sesudahnya, baik di dunia barat maupun
dunia timur. Diantara karya tulisnya yang terpenting, yakni sebagai berikut:
a-syifa’,
berisikan uraian tentang filsafat yang terdiri 4 bagian: ketuhanan, fisika,
matematika, dan logika.
Al-najat, karya
tulis yang ditujukan khusus untuk kelompok terpelajar yang ingin mengetahui
dasar-dasar ilmu hikmah secara lengkap.
Al-qanun fi
al-thibb, berisikan ilmu kedokteran yang terbagi atas 5 kitab dalam berbagai
ilmu dan berjenis-jenis penyakit dan lainnya.
Al-isyarat wa
al-tanbihat, isinya mengandung uraian tentang logika dan hikmah.
Berhasilnya
dari karya ibnu sina karena beberapa faktor:
Pertama, ia
pandai mengatur waktu.
Kedua,
kecenderungan otak dan kekuatan hafalan.
Sebelum ibnu
sina telah hidup al-farabi yang juga mengarang dan mengulas buku-buku filsafat.
Filsafat ibnu
sina
Pemikiran
filsafatibnu sina bercorak rasional. Hal ini dapat dilihat dari buku dialektika
islam, alam pikiran islam karangan M.M.Sharif yaitu: rasional ibnu sina
menandaskan, bahwa segala sesuatu di dalam wujud bersandar kepada illat, yakni
kemungkinan (possibility). Jika illat itu tidak ada, maka barang/sesuatu itu
tidak ada pula. Bagi ibnu sina, filsafat
tidak lain adalah pengetahuan mengenai segala sesuatu(benda) sejauh mana
kebenaran obyek itu dapat dijangkau oleh akal manusia.
Ibnu sina
melihat filsafat dari dua arah, pertama dari segi teoritisnya dan kedua dari
segi praktisnya. Yang teoritis, terbagi atas ilmu-ilmu fisika, matematika, dan
metafisika, sedangkan yang praktis yaitu politik dan etika.
Epsitimologi
ibnu sina
Analisa jalan
tengah
Yang paling
erat hubungannya dengan epistimologi dalam filsafat ibnu sina ialah masalah
logika. Sengketa mengenai kedudukan filsafat logika ini terjadi antara kaum
priphatetic yang menganggap logika itu sebagai alat belaka untuk mencari
kebenaran, sebaliknya bagi kaum stoic menganggap logika merupakan bagian dari
filsafat. Dilema ini sempat berkepanjangan yang tidak terselesaikan oleh para
filsuf barat maupun filsuf islam.
Jalan pemecahan
yang dilakukan ibnu sina dengan menggolongkan filsafat ke dalam bidang
pengetahuan. Pengetahuan dimaksud ialah mengenai sebab. Kebenaran dapat
diperoleh tidak hanya dari unsurnya, tetapi dapat pula melalui keyakinan yang
kuat dengan disertai contoh. Tujuan dari pengetahuan ialah mencari hakekat dan
fakta. Dari keterangan ini, nampak ibnu sina lebih cenderung meletakkan
kedudukan logika sebagai alat filsafat.
Metode
Ibnu sina tidak
menghindarkan diri untuk memilih salah satu metoda yang dianggapnya dapat
dipraktekkan dalam filsafat. Bila diteliti secara seksama, nampaknya ibnu sina
mempergunakan metda deduksi maupun metoda induksi. Mengenai metoda induksi
dasar yang digunakan ialah tanda yaitu sebab adanya dan tanda akibatnya.
Disamping metoda induksi, menggunakan juga metoda meditasi, yakni metode yang
menyelidiki keadaan yang di dalamnya diperoleh hakekat. Contohnya, semua orang
adalah putih.
Ketuhanan
Ibnu Bajjah |
Pandangan Ibnu
Bajjah mengenai filsafat ilmu pengetahuan
Riwayat hidup
ibnu bajjah
Ibnu bajjah
adalahfilosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di
andalus. Nama lengkapnya adalah abu bakar muhammad ibnu yahya ibnu al-sha’igh,
yang terkenal dengan nama ibnu bajjah. Ia dilahirkan di saragossa (spanyol)
pada akhir abad ke 5 H/abad ke 11 M. Menurut beberapa literatur, ibnu bajjah
bukan hanya sebagai seorang filosof, tetapi juga seorang saintis yang menguasai
beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, astronomi, fisika,
musikus, dan matematika.
Karya tulis
ibnu bajjah yang terpenting dalam filsafat adalah sebagai berikut:
Kitab tadbir
al-mutawahhid. Risalat
al-wada’. Risalat
al-ittishal. Kitab al-nafs.
Epistimologi
ibnu bajjah
Perbedaan
manusia dengan hewan
Menurut ibnu
bajjah, perbedaan yang mendasar antara manusia dengan hewan terletak pada akal
yang dimiliki oleh manusia. Dengan sifat akal ini manusia dapat menjadikan
dirinya sebagai makhluk yang melebihi hewan, sebab dari akal manusia dapat
memperoleh pengetahuan. Manusia menurut ibnu bajjah bersifat monodualistis,
artinya memiliki raga dan jiwa. Beliau menyatakan tubuh kasar (raga) tidak
dapat hidup tanpa jiwa, tetapi jiwa dapat hidup tanpa raga. Justru karena itu
jiwa bersifat abadi. Jiwa disamakan dengan roh yang merupakan bagian dari
nyawa.
Kebenaran
Ibnu bajjah
merupakan pelopor pembaharuan di kalangan filsuf skolastik islam. Menurut ibnu
bajjah, untuk memperoleh kebenaran, manusia harus melalui kebenaran itu
sendiri. Untuk samapai ke tingkat itu, alatnya ialah filsafat murni. Dengan
filsafat murni manusia dapat membersihkan dirinya dari pengaruh-pengaruh luar.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengasingkan dirinya. Bagi manusia, kebenaran dapat
dicapai dengan pikirannya sendiri (mandiri), setelah lepas dari sifat-sifat
hewani. Tingkat ini disebut dengan istilah mutawahhid berarti penyendirian (uzlah).
Penyendirian disini tidak berarti orang harus mengasingkan dirinya ibarat
pertapa. Penyendirian dalam arti ketenangan, diwaktu orangmencari kebenaran
diperlukan ketenangan. Ketenangan dapat diperoleh apabila orang mengasingkan
diri dari keramaian.
Metode
Ibnu bajjah
menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dengan menggunakan metode
eksperimen (percobaan). Percobaan dilakukan lewat perasaan (indera). Tetapi di
lain pihak ibnu bajjah menyatakan pengamatan inderawi semata-mata belum cukup
untuk mendapat kebenaran dan masih harus ditingkatkan lebih lanjut ke tingkat
pengamatan akal (rasio). Mengenai tuhan sendiri dapat diketahui manusia melalui
filsafat: “manusia dengan berfikir sendiri (berfilsafat) akan dapat memahami
(makrifat0 tentang akal yang tertinggi yaitu tuhan yang maha esa.
Kalau
disimpulkan, pemikiran ibnu bajjah merupakan perpaduan antara perasaan dan
akal. Dalam masalah pengetahuan fakta, dia mempergunakan metode
rasional-empiris. Mengenai pendirian ibnu bajjah, akal sebagai daya berfikir
adalah sumber dari semua pekerjaan manusia.
0 komentar:
Posting Komentar