TERPILIHNYA pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru yang diketuai Abraham Samad diwarnai
optimisme dan pesimisme masyarak. Optimisme muncul karena Abraham
Samad yang memimpin lembaga adhoc tersebut adalah sosok muda yang
memiliki semangat tinggi dan melalui ijtihad para wakil rakyat. Aktivis
antikorupsi itu tidak mempunyai masalah pada masa lalunya sehingga ia dianggap
layak memimpin KPK.
Akan tetapi, terselip juga pesimisme
karena ada indikasi pemilihan pimpinan KPK di DPR sarat permainan politik. Ada
indikasi anggota DPR yang memilih anggota pimpinan KPK ini
mengenyampingkan kualitas calon. Keraguan masyarakat bertambah mengingat sosok
pemimpin KPK bukanlah dari delapan nama yang dicalonkan dari tim ahli (tim
penjaringan calon). Hal ini dikhawatirkan nantinya ada semacam politik balas
budi saat sosok yang bersangkutan terpilih sebagai pimpinan KPK.
Harus diakui, tindakan korupsi dari
tahun ke tahun tidak ada habisnya. Bahkan, sebagian masyarakat (baca: rakyat)
malah beranggapan, "Daripada pejabat di atas yang korupsi sendiri, lebih
baik kami dulu dong".
Hal inilah yang seolah-olah
membenarkan korupsi telah membudaya. Masih ditambah dengan peliputan media
massa, termasuk televisi, yang memberitakan terungkapnya kasus-kasus korupsi
baru. Namun, semakin lama pemberitaan kasus tersebut segera tenggelam berganti
dengan isu baru. Dengan demikian, koruptor beranggapan tak perlu takut korupsi.
Sikap Hedonis
Pimpinan KPK menyoroti dua persoalan
yang harus diatasi dalam waktu dekat. Pertama, tanggung jawab besar KPK memang
mengembalikan integritas KPK dengan menuntaskan kasus-kasus korupsi dengan
nilai kerugian negara yang besar.
Kedua, pimpinan KPK menyadari telah
terjadi bencana moral di masyarakat karena merajalelanya tindakan korupsi. Jika
tidak segera ditumpas, korupsi akan semakin mencengkeram kehidupan bangsa. Pada
gilirannya nanti akan menghancurkan negara.
Korupsi akan merusak sistem tatanan
masyarakat, ekonomi biaya tinggi, sulit melakukan efisiensi, dan munculnya
berbagai masalah sosial di masyarakat. Akhirnya korupsi akan menimbulkan
frustrasi, ketidakpercayaan, apatis terhadap pemerintah, dan kontraproduktif
bagi pembangunan bangsa.
Hal mendesak yang mesti dilakukan
pimpinan KPK baru adalah menyelamatkan kaum muda agar tidak terjerat dalam
tindakan korupsi. Tindakan pencegahan ini sangat penting karena sosok pemudalah
yang kelak diharapkan menjadi motor penggerak gerakan antikorupsi. Dengan segenap potensinya, pemudalah
yang memikul tanggung jawab pengelolaan negeri ini pada masa depan. Apakah
kelak korupsi akan dianggap sebagai hal yang wajar atau sebaliknya, hal itu
bergantung pada kontribusi pemuda saat ini. Sudah semestinya setiap potensi
pemuda dikelola dengan baik dan optimal.
Pemuda harus diselamatkan dari
bahaya korupsi karena sebagian besar di antara mereka kini terbelenggu
problematika mereka sendiri. Mereka dikhawatirkan akan sama saja dengan para
pendahulunya, masuk lingkaran korupsi. Hal ini ditandai beberapa sikap
negatif yang tidak lagi menjadi hal aneh bagi pemuda masa kini. Misalnya saja
perilaku hedonisme, konsumtif, egois, dan apatis yang menghinggapi banyak
pemuda. Jika sikap tersebut berlanjut, kemungkinan besar akan menjadi kebiasaan
buruk dan menjadi pendorong untuk masuk lingkaran korupsi.
Potensi Pemuda
KPK juga sudah semestinya
menyalurkan potensi pemuda dalam posisi strategis sebagai pemicu gerakan
antikorupsi. Pemuda harus diberikan posisi terbaik untuk mendukung
pemberantasan korupsi. Jika KPK, kejaksaan, kepolisian, dan lembaga lain sudah
memiliki fungsi masing-masing dalam tugas mereka pemberantasan korupsi, pemuda
harus memiliki peran khusus.
Hal
paling mungkin untuk diberikan KPK kepada pemuda adalah meyakinkan mereka
untuk berperan aktif dalam pencegahan korupsi. KPK hendaknya melakukan
kanalisasi sumber daya manusia dengan menyalurkan mereka pada fungsi kerja
preventif KPK. (hen’red)
0 komentar:
Posting Komentar